Selasa, 27 Juli 2010

proposal INSTITUT KARATE NASIONAL

INSTITUT KARATE NASIONAL
( INKANAS)
CABANG KUDUS
Sekertariat : Bpk. Rustaman d/a Gondosari Rt 06 Rw 03 Gebog Gang 3 Kudus
Hp. 085290517512

Nomer : 01/ INK/ 2010 Kudus, 23 Juli 2010
Lamp. :1 Lembar
Perihal : Permohonan Rekomendasi
Kepada ;
Yth. : KABIDDINPORA
Di –
Tempat




Dengan Hormat

Sehubungan dengan kegiatan extrakurikuler di sekolah. Maka kami perguruan INKANAS CABANG KUDUS meminta rekomendasi surat dari DINPORA Kabupaten Kudus dan merekomendasikan sekolah yang kami tuju :
1. SMP N 1 GEBOG
2. SMP N 2 GEBOG
Demikianlah untuk menjadi perhatian dan atas kerjasama yang baik. Kami ucapkan terima kasih.










Sekertaris Hormat Kami





( IRVAN VANANI ) ( RUSTAM )
KARATE DAN III




PROPOSAL
PENGAJUAN DANA KEGIATAN

PADEPOKAN INKANAS
CABANG KUDUS







































Sekertariat : Jl. PR Sukun Gang 3 Gebog Kudus
Hp. 085290517512



INSTITUT KARATE NASIONAL
( INKANAS)
CABANG KUDUS
Sekertariat : Bpk. Rustaman d/a Gondosari Rt 06 Rw 03 Gebog Gang 3 Kudus
Hp. 085290517512

Kudus, 26 Juli 2010

Kepada
Yth. : Bapak Bupati kudus
Di –
Kudus

Assalamualaikum Wr. Wb.

Bersama ini kami sampaikan bahwa padepokan INKANAS Cabang Kudus adalah organisasi olahraga karate yang berdiri di Desa Gebog Kabupaten Kudus. Organisasi ini sangat diminati masyarekat, khususnya para pelajar, disamping menyehatkan badan juga untuk beladiri. Khususnya Desa Gondosari Gebog. Olahraga ini sangat mudah pelatihannya, dengan mengikuti karate rutin diharapkan nantinya tumbuh kader-kader baru yang bias mengikuti lomba-lomba karate di tingkat nasional bahkan internasional.
Karena akifitas olahraga ini sangat positif, maka kami sangat membutuhkan dana untuk operasional dalam melaksanakan semua kegiatan rutin kami. Adapun kebutuhn yang kami perlukan adalah :
- 30 Lembar Matras
- Hand dan Bodi protektor
Demikian pengantar dari kamiselaku pengurus padepokan INKANAS Cabang Kudus dengan harapan kami bias mendapatkan bantuan dana demi kelancaran kegiatan kami. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Ketua Sekertaris



RUSTAMAN IRVAN VANANI,S.Hi.


MENGETAHUI

Camat Gebog Kepala Desa Gebog




DJATI SOLECHAH, S.SOS, MM
Penata Tk.I
NIP. 19680703 198803 2 009
INSTITUT KARATE NASIONAL
( INKANAS)
CABANG KUDUS
Sekertariat : Bpk. Rustaman : Jl. PR Sukun Gang 3 Gebog Kudus
Hp. 085290517512


B. PENDAHULUAN


1. Latar Belakang

Olahraga merupakan kebutuhan dasar manusia sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Pengembangan suatu cabang olahraga tidak lepas dari unsure penunjang, baik sarana maupun prasarna. Hal yang utama dalam perkembangan cabang olahraga adalah pengembangan sumberdaya manusia.
Namun demikian bahwa olahraga berkembang tidak dalam kesendirian, tetapi bersifat makro yang dipengaruhi oleh subsistem lainnya, seperti halnya system politik yang diterjemahkan dalam kebijakan publik sungguh menentukan arah, isi, cara pengelolaan/ pembinaan disamping membutuhkan sumberdaya yang handal.
Saat ini banyak atlet professional yang mendedikasikan hidupnya pada satu jenis olahraga, seperti karate. Dengan keuletan, ketekunan dan kemauan, banyak olahragawan berhasil mencapai prestasi yang membanggakan.olahraga merupakan cara untuk mempererat tali persahabatan bangsa dan masyarakat pada umumnya.

2. Kegunaan Dan Manfaat Kegiatan

Olahraga adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah manusia, olahraga berfungsi sebagai barometer kemajuan dan alat ukur cita-cita manusia, olahraga juga memberikan manfaat bagi yang melakukannya, selain tubuh menjadi sehat dan kuat, olahraga dapat pula dijadikan ajang untuk berprestasi sebagai profesi hidup














INSTITUT KARATE NASIONAL
( INKANAS)
CABANG KUDUS
Sekertariat : Bpk. Rustaman : Jl. PR Sukun Gang 3 Gebog Kudus
Hp. 085290517512

C. BENTUK / ISI PROPOSAL


1. Tujuan

Kegiatan padepokan karate adalah untuk mewadahi merek yng senang olahraga karate,selain untuk menjaga kesehatan dapat juga dipergunakan untuk beladiri dan mempererat persahabatan juga meningkatkan prestasi.

2. Rencana Anggaran Belanja

1. Beli Matras : 30 lembar @ 1 lembar Rp. 150.000,-
30 lembar X Rp. 150.000,- : Rp. 4.500.000,-
2. Bodi Protektor + Hand Protektor Satu Set : Rp. 500.000,-
Jumlah : Rp. 5.000.000,-
Terbilang : Lima Juta rupiah

3. Anggaran Yang Pernah Diterima
- Belum pernah menerima bantuan anggaran dari PEMDA


D. PENUTUP


Demikian Proposal yang kami ajukan, kami berharap besar perhatian bapak terhadap olahraga karate ini. Semoga dengan mendapat bantuan ini klub kami bias berkembang dan memajukan olahraga karate di Kabupaten kudus.
Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan banyak terima kasih.


Ketua



( RUSTAMAN)
KARATE DAN III

MAKALAH MUSHAF USMANI

BAB I
PENDAHULUAN

Berbeda dengan mayoritas umat Muslim pada umumnya, mushaf al-Qur'an hasil kodifikasi masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan adalah teks standar yang final historisitas dan otentisitasnya tidak diragukan lagi, begitu juga dengan jumlah salinan mushaf tersebut bagi sebagian sarjana muslim hal itu tidak menjadi masalah yang jelas mushaf tersebut telah selesai disalin.

A. Latar Belakang

Selama pemerintahan Usman, yang dipilih oleh masyarakat melalui bai'ah yang amat terkenal sebagai khalifah ketiga, umat Islam sibuk melibatkan diri di medan jihad yang membawa Islam ke utara sampai ke Azerbaijan dan Armenia. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, sejak awal para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan dan Nabi Muhammad SAW, di luar kemestian, telah mengajar mereka membaca aI-Qur'an dalam dialek masing-masing, karena dirasa sulit untuk meninggalkan dialeknya secara spontan. Akan tetapi sebagai akibat adanya perbedaan dalam menyebutkan huruf al-Qur'an mulai menampakkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini saya akan mencoba membahas tentang Mushaf Usmani lebih dalam pada makalah saya.

B. Rumusan Masalah

1. Sejarah Singkat Mushaf Usmani
2. Pandangan Para Orientalis Terhadap Mushaf Usmani
a. Koleksi Dan Susunan Teks
b. Perbedaan Qiraat
c. Proses Pemantapan Teks Dan Qiraat Menjadi Kanonik
3. Kekeliruan Para Orientalis Terhadap Al-Quran (Mushaf Usmani)

BAB II
PEMBAHASAN


1. SEJARAH SINGKAT MUSHAF UTSMANI
Setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 Hijriah, perjuangan Rasulullah SAW dalam memperjuangkan agama Allah masih terus dilakukan oleh para sahabatnya. Perluasan wilayah yang merupakan salah satu agenda Rasulullah SAW merupakan agenda utama bagi setiap khalifah yang memegang kekhalifahan. Sehingga akibat dari kebijakan memprioritaskan perluasan wilayah ini secara tidak langsung menimbulkan dampak negative bagi pertumbuhan dan perkembangan budaya ilmiyah di dalam masyarakat muslim. Perkembangan di bidang pendidikan mandeg, budaya dan tradis masyarakat muslim yang tidak terurus serta munculnya berbagai kemerosotan akhlaq merupakan efek negative dari kebijakan khalifah pada waktu itu.
Hal ini baru disadari setelah terjadinya peperangan Yamamah yang menewaskan sebagian besar huffadz yang merupakan pemegang dan pemelihara kalamullah pada waktu itu. Setelah melihat hal ini, Umar bin Khatab mengusulkan kepada khalifah Abu Bakar untuk segera mengumpulkan Al Qur’an agar kalamullah ini tetap terjaga dari pihak-pihak yang ingin meruntuhkan Islam. Setelah mempertimbangkan beberapa hal, msekipun agak berat, Abu Bakar akhirnya menyetujui usulan Umar dan beliau lengsung memerintahkan Zaid bin Tasbit seorang sekretaris Rasulullah SAW untuk segera menghimpun dan mengumpulkan Al Qur’an dalam satu mushaf. Dalam masa yang relative singkat, akhirnya Zaid yang diperbantukan oleh beberapa orang sahabat berhasil menghimpun dan mengumpulkan Al Qur’an kedalam satu mushaf yang biasa dikenal dengan sebutan mushaf Abu Bakar.
Mushaf ini, sepeninggal Abu Bakar diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khattab yang seterusnya sebagai ahli waris dan istri Rasulullah SAW mushaf ini diserahkan kepada Hafsah binti Umar.
Di masa pemerintahan khalifah Usman bin ‘Affan, atas usulan Huzaifah bin Yaman yang melihat banyaknya terjadi perpecahan dikalangan masyarakat muslim yang diakibatkan oleh adanya perbedaan dalam pembacaan Al Qur’an antara satu dengan yang lain, maka melihat hal ini khalifah Usman langsung memanggil Zaid bin Tsabit untuk segera membuat sebuah tim untuk mengumpulkan dan menghimpun semua ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf. Akhirnya seiring dengan berjalannya waktu, Zaid sebagai ketua tim bersama para anggotanya berhasil mengumpulkan dan menghimpun semua Al-Quran kedalam sebuah mushaf yang dikenal dengan nama mushaf Usmani.
Sesuai dengan tujuan awal pengumpulan dan penghimpunan ini, yaitu untuk mempersatukan semua umat Islam yang sempat terpecah belah karena adanya perbedaan dalam pembacaan Al Qur’an, maka sang khalifah memerintahkan kepada semua gubernurnya untuk segera menghancurkan semua mushaf yang ada ditengah-tengah masyarakat dan digantikan dengan mushaf Usmani.
Pandangan Para Orientalis Terhadap Mushaf Usmani
Secara umum, sasaran kajian orientalis terhadap kemunculan mushaf Usmani tertuju pada tiga fase kesejarahan. Pertama, koleksi dan susunan teks dari lisan sampai tulisan. Kedua, perbedaan tata cara baca dan beberapa kodeks sahabat. Ketiga, proses pemantapan teks dan cara baca menjadi kanonik.
a. Koleksi Dan Susunan Teks
Menurut para orientalis, pada saat Nabi saw wafat Al Qur’an sama sekali belum terkodifikasi. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya teks-teks Al Qur’an yang masih berceceran di tangan para sahabat, baik berupa catatan-catatan pribadi maupun berupa hafalan yang mereka miliki. Selain hal tersebut, adanya kepedulian para sahabat terhadap pentingnya pengumpulan dan penyusunan Al Qur’an yang baru terjadi setelah terjadinya peristiwa peperangan Yamamah pada 12 hijriah yang banyak menewaskan para Huffadz juga menjadi salah satu fakta sejarah yang memperkuat asumsi mereka.
Dalam mengomentari pendapat para sarjana muslim yang mengaitkan motif pengumpulan Al Qur’an dengan peristiwa Yamamah, dengan pendekatan sejarah mereka brusaha membuktikan dan memberikan fakta bahwa pengaitan dua hal tersebut sulit diterima dan dipertahankan.
Banyaknya versi riwayat yang menginformasikan jumlah huffadz yang gugur dalam peperangan ini, menurut mereka hal ini megindikasikan bahwa dalam periwayatan tersebut terdapat sesuatu yang musykil. Dan untuk memecahkan permasalahan ini diperlukan adanya suatu pendekatan sejarah untuk melacak kevaliditan berita tersebut. Para orientalis setelah melakukan pengkajian dan penelitan terhadap sumber-sumber sejarah yang terkait dengan peristiwa Yamamah ini, ternyata hanya ditemukan sejumlah kecil dari nama-nama yang gugur dalam peperangan Yamamah, yang mungkin banyak menghafal bagian al-quran.
L. Caetani, dalam hal ini mengatakan bahwa jumlah yang tewas pada waktu peperangan Yamamah ini hampir seluruhnya orang-orang yang baru masuk Islam. Sementara Schawally menyebutkan bahwa dari pemeriksaannya terhadap daftar nama-nama penghafal Al Qur’an yang gugur, ia hanya menemukan dua orang yang bisa dikatakan memiliki pengetahuan al-quran yang meyakinkan, yaitu Abdullah bin Hafs bin Ghanim dan Salim bin Ma’qil.
Selain adanya keganjilan di atas, yang ditemukan oleh para orientalis terhadap anggapan yang diyakini oleh para sarjana muslim selama ini, adanya kenyataan bahwa otoritas mushaf koleksi Abu Bakar yang tidak diakui secara ofisial.
Hal tersebut berdasarkan pada periwayatan yang menyebutkan bahwa dimasa khalifah Abu Bakar beliau pernah memerintahkan Zaid untuk mengumpulkan Al Qur’an. Karakter mushaf yang dikumpulkan Zaid pada esensinya merupakan mushaf yang resmi karena dilakukan atas perintah dan otoritas khalifah Abu Bakar. Suatu kumpulan “resmi” Al Qur’an semacam itu tentunya bisa diduga memiliki otoritas dan pengaruh luas, sebagaimana dinisbatkan kepadanya. Tetapi, bukti semacam itu tidak ditemukan dalam kenyataan sejarah. Kumpulan-kumpulan atau mushaf-mushaf Al Qur’an lainya, seperti mushaf ibn mas’ud, ubay bin kaab atau abu musa al-asyari, justru terlihat lebih otoritatif dan memiliki pengaruh luas diberbagai wilayah kekhalifahan Islam ketika itu, ketimbang mushaf yang dikumpulkan zaid. Masih dalam alur yang sama, pertikaian yang disebabkan oleh perbedaan bacaan dalam mushaf-mushaf otoritatf dan berpengaruh pada masa Usman barangkali tidak akan timbul jika pada waktu itu telah ada satu mushaf resmi di tangan khalifah yang bisa dijadikan rujukan.
Dengan demiakan karakter resmi mushaf Al Qur’an yang dikumpulkan zaid pada masa pemerintahan Abu Bakar terlihat sangat meragukan. Bahkan perjalanan histories selanjutnya mushaf tersebut, dari tangan Umar berpindah ke Hafshah sebagai warisan lebih menunujukkan karakter personalnya.
Oleh sebab itu, dengan adanya berbagai versi mushaf yang terdapat ditengah-tengah kaum muslimin pada waktu itu menimbulkan suatu kenyataan yang tak terbantahkan yaitu masalah adanya perbedaan bacaan yang terdapat dalam keempat mushaf tersebut.
Dari hal-hal yang tersebut di atas, mereka meyakini bahwa al-quran pada dasarnya mengalami nasib yang sama dengan kitab-kitab suci sebelumnya yakni ia tidak terbebas dari adanya penambahan atau bahkan pengurangan dari para generasi awal Islam sesuai dengan selera mereka masing-masing yang tergambar dari banyaknya versi Al Qur’an yang ada pada mereka yang mana antara satu sama lain banyak terdapat perbedaan. Perbedaan teks dan susunan inilah yang mengindikasikan bahwa Al Qur’an sejak wafatnya Nabi saw telah mengalami reduksi dan pabrikasi yang nilai-nilai otentisitasnya tidak bis dipertanggungjawabkan.
b. Perbedaan Qiraat
Perbedaan antar mushaf pribadi yang ditemukan dalam kesejarahan teks Al Qur’an mengindikasikan bahwa teks Al Qur’an semenjak masa-masa awal sudah mendapat “campur tangan” pemilik mushaf pibadi. Dengan kata lain, terlepas dari motif-motif yang ada, peran generasi Islam awal cukup kentara dalam menyusun redaksi final Al Qur’an disertai dengan adanya penambahan-penambahan sesuai dengan selera dan kebutuhan mereka masing-masing.
Mushaf Usmani seperti yang kita ketahui, dalam segi tulisan naskah kodifikasinya masih” telanjang”. Ia belum dilengkapi dengan tanda-tanda akhir surat dan begitu juga tanda-tanda khusus untuk setiap huruf yang bisa membedakan bunyinya dengan huruf-huruf yang lain. Di samping itu, berbeda dengan mushaf-mushaf yang lain, jenis tulisan mushaf Usmani tidak memiliki suatu informasi yang pasti terkait dengan masalah gaya penulisan tersebut. Jika potongan-potongan mushaf yang lain menggunakan jenis tulisan khufi – berdasarkan pada informasi sejarah, yang mengatakan bahwa keseluruhan fragmen manuskrip tersebut diprediksikan baru ditulis setelah abad ke 3 hijriah – maka ia (mushaf Usmani) menurut Jeffery informasinya tidak teridentifikasi sama sekali.
Dengan demikian, dengan adanya berbagai macam kemusykilan yang terjadi dalam sejarah kompilasi ini khususnya dalam kasus perbedaan qiraat ini, mendorong para peneliti barat untuk mempertanyakan riwayat-riwayat yang menginformasikan koleksi-koleksi pribadi para sahabat pra mushaf Usmani.
Paling tidak dalam mengomentari dan menanggapi semua kemusykilan yang terjadi dalam hal ini, ada dua nama yang menonjol yaitu, John Burton dan John Wansbrough.
John Burton menegaskan bahwa seluruh riwayat yang menceritakan kodeks para sahabat dan kodeks yang beredar di beberapa kota metropolitan muslim saat itu, sebenarnya telah dipalsukan oleh para fuqaha dan filolog muslim kemudian. Hal ini menurut Burton, dimaksudkan untuk dijadikan sebagai setting kisah kodifikasi mushaf Usman yang pada gilirannya dijadikan penutup kenyataan bahwa Muhammad sendiri telahh mengumpulkan dan mengecek edisi final Al Qur’an.
Di sisi lain, Wansbrough mencurigai peran aktif generasi muslim awal dalam penyusunan redaksi final al-quran. Menurutnya, generasi awal Islam tidak hanya memformulasikan wahyu yang diajarkan Muhammad, akan tetapi memberiakn tambahan di sana- sini untuk mengantisipasi masuknya tradisi yahudi di dalmnya. Peran aktif generasi awal muslim ini terlihat jelas dalam berbagai versi bacaan Al Qur’an yang berbeda-beda. Selain itu ia juga menambahkan, berdasarkan teori Joseph Schacht yang mengatakan bahwa hokum Islam tidak dideduksi dari Al Qur’an, bahwa redaksi final Al Qur’an baru di susun pada permulaan abad ketiga hijrah. Hal ini ditopang data histories bahwa terminology baku seperti rujukan kepada mushaf Usmani sebagai mushaf al-imam baru dimulai pada abad ketiga hijriah.
c. Proses Pemantapan Teks Dan Qiraat Menjadi Kanonik
Para orientalis denga metode pendekatan penelitian ala mereka, di samping mengkritik dua hal yang terkait dengan mushaf Usmani di atas, tetapi lebih jauh mereka mengkritik proses pemantapan teks dan qiraat menuju suatu teks Al Qur’an yang utuh yang dipegangi dan dianggap sacral oleh kaum muslim atau dalam istilah lain menuju suatu teks kanonik yang nantinya akan dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan di dunai dan diakhirat.
Wansbrough dan para orientalis lain setelah mereka mengkaji mushaf Usmani dengan pendekatan dan metodolgi yang mereka gunakan, sebagai tindak lanjut dan konsekuensi dari dua kesimpulan mereka di atas, mereka meyakini bahwa kanonisasi dan stabilisasi teks Al Qur’an berjalan bersamaan dengan formasi komunitas muslim. Menurut mereka teks Al Qur’an yang final tidak akan dibutuhkan sebelum kekuasaan politik terkontrol secara sepenuhnya. Sehingga pada penghujung abad kedua, terjadi semacam upaya pengumpulan “tradisi oral” dan liturgis yang pada gilirannya pada abad ketiga hijriah muncul mushaf baku Al Qur’an.
Berdasarkan pemaparan Wansbrogh di atas, pada dasarnya ia ingin menyampaikan bahwa Al Qur’an (mushaf Usmani) pada dasarnya merupakan suatu kodeks yang sarat dengan kepentingan politik khalifah Usman, yang mana dalam proses penghimpunannya setelah membuang bagian-bagian yang tidak sesuai dengan kepentingan mereka dari mushaf-mushaf yang berkembang sebelumnya, mushaf-mushaf tersebut dihancurkan. Setelah penghancuran mushaf-mushaf tersebut, ditetapkanlah mushaf Usmani menjadi mushaf tunggal (mushaf tertutup) yang akan dijadikan pegangan dikalangan umat Islam.
Kekeliruan Para Orientalis Terhadap Al-Quran (Mushaf Usmani)
Al Qur’an sebagai kalamullah yang ditransmisikan secara lisan, dalam arti ucapan dan sebutan. Kesalahan dalam memahami pada aspek inilah sehingga melahirkan suatu anggapan yang menyamakan Al Qur’an dengan bibel dikalangan orientalis. Oleh sebab itu, konsekuensi logis dari frame work berfikir seperti ini akan menimbulkan suatu konklusi yang menganggap bahwa Al Qur’an adalah suatu teks yang profan yang sama dengan teks-teks lain yang bisa direvisi dan diotak-atik sesuai dengan kehendak reader.
Menurut Syamsuddin Arif, ada beberapa kekeliruan yang menyebabkan konklusi dari para orientalis dalam memamahami dan memandang Al Qur’an (mushaf Usmani) berbeda dengan konklusi yang dihasilkan oleh para sarjana muslim. Kekeliruan tersebut adalah;
Pertama, pada prinsipnya Al Qur’an bukanlah tulisan (rasm atau writing) tetapi ia adalah bacaan (qiraah atau recitation) dalam arti ucapan atau sebutan. Al Qur’an dalam artian bacaan ini dimaknakan dalam setiap transimisinya baik itu dalam proses pewahyuannya maupun pengajaran atau penyampaiannya.
Dari itu seluruh kekeliruan dan kengawuran para orientalis bersumber dari sini. Orang-orang seperti Jeffery, Wansbrough dan Puin, misalnya berangakatt dari sebuah asumsi keliru yang menganggap Al Qur’an sebagai “dokumen tertulis” atau teks, bukan sebagai “hafalan yang dibaca” atau recitio. Dengan asumsi keliru ini, mereka mau menerapkan metodologi filologi yang lazim digunakanan dalam memamahi bible untuk memahami Al Qur’an. Akibatnya mereka menganggap bahwa Al Qur’an adalah produk sejarah, hasil interaksi orang arab abad ke-7 dan 8 M dengan masyarakat sekeliling mereka.
Kedua, kekeliruan mereka dalam memahami fakta sejarah jam’u (pengumpulan dan penghimpunan) Al Qur’an seperti yang telah dipaparkan diatas. Lebih lanjut mereka menganggap bahwa sejarah kodifikasi tersebut hanyalaah kisah fiktif dan mengatakan bahwa proses kodifikasi baru dilakukan pada abad ke 9 M.
Ketiga, para orientalis salah paham tentang rasm dan qiraat. Sebagaimana diketahui, tulisan arab atau khat mengalami perkembangan sepanjang sejarah. Pada kurun awal Islam Al Qur’an ditulis “gundul”, tanpa tanda baca sedikit pun. System vokalisasi baru diperkenalkan kemudian. Meskipun demikian rasm Usmani sama sekali tidak meninbulkan masalah, mengingat kaum muslimin pada saat itu belajar Al Qur’an langsung dari para sahabat, dengan cara menghafal dan bukan dari tulisan. Mereka tidak bergantung pada manuskrip atau tulisan.
Dari pemahaman mereka yang keliru terhadap permasalahan ini, sehingga mereka (para orientalis) menyimpulkan bahwa teks gundul inilah sumber variant readings – sebagaimana terjadi dalam kasus bible- yang pada akhirnya mereka menyimpulkan bahwa Al Qur’an pada dasarnya sama dengan bible. Dari itu untuk memahaminya kita juga harus menggunakan metodologi yang sama seperti metodologi yang diterapkan pada bible.
Demikianlah tulisan singkat ini, penulis sadar dalam tulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dari itu saran dan kritik sangat penulis harapkan agar terwujud suatu kajian yang lebih komprehensif dan berkualitas demi mencapai ilmuwan muslim sejati.

BAB III
PENUTUP

Usaha Usman yang sungguh-sungguh jelas tampak berhasil dan dilihat dari dua cara: pertama, tidak ada Mushaf di provinsi Muslim kecuali Mushaf ‘Uthmani yang telah menyerap ke darah daging mereka; dan kedua, Mushaf atau kerangka teks Mushafnya dalam jangka waktu empat belas abad tidak bisa dirusak. Sesungguhnya manifestasi Kitab Suci Al-Qur'an adalah benar-benar ajaib; interpretasi yang lain tidak berhasil. Khalifah berikutnya, mungkin meneruskan usaha nenek moyangnya, mengutus dan terus mengirim naskah Mushaf yang resmi, tetapi tidak ada naskah yang dikirim yang bertentangan dengan standar universal Mushaf Usmani.

Sampai hari ini terdapat banyak Mushaf yang dinisbatkan langsung kepada ‘Uthman, artinya bahwa Mushaf-mushaf tersebut asli atau kopian resmi dari yang asli. Inda Office Library (London), dan di Tashkent (dikenal dengan Mushaf Samarqand). Mushaf-mushaf ini ditulis pada kulit, bukan kertas, dan tampak sejaman. Teks-teks kerangkanya cocok satu sama lainnya dan sama dengan Mushaf-mushaf dari abad pertama hijrah dan setelahnya, sampai pada mushaf-mushaf yang digunakan pada masa kita ini.


http://buanyakilmu.blogspot.com/2009/06/makalah-mushaf-usmani.html

proposal pembangunan musholla

Proposal

PEMBANGUNAN GEDUNG MUSHOLLA

FATHUL ULUM

DUKUH BATUR DESA
KEDUNGSARI
















KEDUNGSARI- GEBOG-KUDUS
TAHUN 2010

PANETIA PEMBANGUNAN MUSHOLLA
FATHUL ULUM
DESA KEDUNGSARI KECAMATAN GEBOG KABUPATEN KUDUS

Nomer : 01/Pan.Mushl/FU.VI/2010
Lampiran : 1(satu) bendel
Perihal : Permohonan Bantuan

Kepada ;
Yth. : Bapak Bupati Kudus
Di –
Kudus

Assalamu`alaikum Wr. Wb

Kami memberitahukan dengan hormat, kami panitia pembangunan musholla Fathul Ulum di desa Kedungsari RT.06 RW. VIII Kecamatan Gebog Kudus, akan melaksanakan rehabilitasi dan pengembangan bangunan gedung musholla yang dipergunakan untuk menampung warga dari dua wilayah RT.

Adapun karena besarnya dana yang harus kami tanggung cukup kami rasakan berat, yaitu sebesar Rp. 34.000.000,- (Tiga Puluh Empat Juta Rupiah) dan kondisi perekonomian masyarakat yang dewasa ini sangat terasa terpuruk dengan adanya tingkat inflasi yang sedang terjadi, maka dengan ini kami bermaksud untuk memohon bantuan dana kepada Bapak Bupati Kudus.
Adapun sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan proposal pembangunan musholla yang kami rencanakan sebagai mana terlampir.

Sangat besar harapan kami, agar sudilah kiranya bapak berkenan memberi bantuan kepada masyarakat kami guna mengaktifkan jalannya proses ibadah bagi masyarakat kami.
Demikian atas dibantunya pembangunan musholla kami, tidak lupa kami haturkan banyak-banyak terima kasih.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb


Kudus, 17 Juli 2010
Panitia Pembangunan musholla
FATHUL ULUM

Ketua Sekretaris



SHOUBARI JADI, S.Pd.I

MENGETAHUI

Camat Gebog Kepala Desa kedungsari



DJATI SOLECHAH, S.SOS, MM MUNTOZA, SP.
Penata Tk.I
NIP. 19680703 198803 2 009
A. PENDAHULUAN

Keberadaan sebuah musholla pada suatu daerah di wilayah Indonesia ini sangat pegang peranan, mengingat sebagian besar Bangsa Indonesia ini memeluk Agama Islam. Musholla tidak beda dengan masjid, dimana untuk tataran wilayah RT maka keberadaan musholla sangatlah penting,karena musholla lebih banyak di butuhkan untuk kegiatan rutinitas harian, dari mulai memberikan pendidikan kepada anak balita sampai dengan pengajian untuk warga dewasa. Di musholla juga dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial bermasyarakat seperti halnya untuk perayaan-perayaan dalam mengayubagya adanya hari-hari special Agama islam. Mulai dari pesta memperigati Isro` Mi`roj sampai dengan melaksanakan ibadah selama bulan puasa Romadhon.
Mengingat pentingnya fungsi dan manfaat musholla, maka di wilayah kami yang memiliki satu musholla yang sementara ini dimanfaatkan oleh warga dari dua wilayah RT, yaitu RT. 06 dan RT. 07 RW. VIII, menunjukkan bahwa warga di wilayah kami benar-benar membutuhkan adanya sarana pendukung untuk bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan lancar, namun oleh karena kondisi perekonomian masyarakat kami yang notabenenya adalah masyarakat buruh tani, petani dan buruh pabrik, maka sangat terasa sangat berat untuk melaksanakan pembangunan sarana ibadah dengan cara iuran, belum lagi menghadapi era globalisasi yang saat ini sedang bergulir di masyarakat dunia yang sangat nyata pengaruhnya, baik di bidang politik, sosial, budaya maupun perekonomian nasional, maka akibatnya kami sebagai pengurus musholla sangat merasa prihatin akan kondisi yang ada sekarang ini, khususnya mengenai sarana dan prasarana untuk ibadah bagi warga RT. 06 dan RT. 07 RW. VIII Desa Kedungsari Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus.
Kondisi bangunan musholla yang kami miliki saat ini sudah terasa tidak dapat menampung jumlah masyarakat yang mau melaksanakan ibadah di musholla baik pada sholat maghrib maupun kegiatan belajar alqur`an bagi anak usia sekolah di sore hari. Maka kami bermaksud untuk merehabilitasi secara bertahab baik luas bangunan maupun kwalitas bangunan
Dari bangunan semula berukuran 8 X 6 meter persegi, kami rencanakan akan diperluas menjadi 10 X 12 meter, sehingga dikemudian hari dapat dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan ibadah dengan leluasa untuk menampung warga sebanyak dua ( 2 ) wilayah RT di dukuh RW VIII. Adapun kondisi bangunan yang saat ini masih merupakan bangunan batu bata biasa akan di perbaiki kwalitasnya menjadi berotot cor dan direncanakan dengan lantai yang tidak rolak-an tetapi menggunakan lantai keramik, sehingga memberikan rasa nyaman untuk melaksanakan ibadah, karena bisa kelihatan lebih bersih dan lebih indah di pandang mata.
Dari rencana ini, kami telah membentuk kepengurusan yang benar-benar eksis terhadap pembangunan masyarakat, baik dibidang pendidikan agama maupun pengembangan sumber daya manusia kearah yang lebih baik. Sehingga dapat diharapkan kedepan masyarakat benar-benar dapat merasakan pentingnya pembangunan, baik pembangunan sarana, prasarana maupu daya dukung yang dibutuhkan oleh pembangunan manusia seutuhnya menuju suksesnya pembangunan nasional.
Dengan adanya bangunan musholla Fathul Ulum di Dukuh Batur Desa Kedungsari Kecamatan gebog ini, sekaligus dapat di pergunakan untuk minimal mencapai beberapa tujuan, antara alain :
1. meningkatkan pengetahuan dibidang Agama Islam bagi anak usia dini.
2. Meningkatkan ukuwah islamiyah diantara kaum dewasa dengan mengunakan fasilitas bangunan musholla sebagai poros atau tempat beribadah secara bersama-sama tiap-tiap menjalankan shalat.
3. memberikan pendidikan praktik beribadah yang benar bagi anak-anak karena dengan praktik ibadah ini akan memberikan suri tauladan bagi pelaksanaan tuntunan ibadah yang benar menurut syariah Islam sesuai dengan tuntunan Beliau Rasullullah Muhammad saw.
4. meringankan warga masyarakat dipandang dari segi ekonomi. Mengingat masyarakat di daerah kami yang notabene adalah buruh tani, petani dan buruh pabrik yang memiliki pendapatan yang sangat rendah sehingga untuk di tarik iuran guna membangun musholla pada saat seperti ini akan merasakan beban yang sangat berat.
5. menumbuh kembangkan rasa nasionalisme yang tinggi karna dengan adanya bantuan dari pemerintah dengan dana baik DAK maupun APBD, maka masyarakat akan dapat merasakan manfaat dan faedahnya memiliki pimpinan yang beragama islam dan pimpinan yang memberikan perhatian kepada warga masyarakat yang memeluk Agama Islam maupun agama yang secara resmi diakui oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia tercinta ini.
6. menghindari dan menjauhkan tumbuhnya rasa anti ras, oleh karena yang selama ini kami rasakan tumbuhnya perekonomian Negara Republik Indonesia selama ini dapat kita lihat berjalan tidak merata dan tidak selaras antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, antara ras satu dengan ras yang lainnya pula. Sehingga sebagaimana yang kita dengar dan lihat sebagai akibat munculnya kelompok-kelompok yang tidak dapat mengendalikan diri dan lahir sebagai kelompok-kelompok yang sangat radikal ortodok. Yang pada gilirannya hanya dapat membuat kekisruan belaka dengan alasan yang klasik, Nasionalisme tapi tidak pada kenyataanya.
Demikianlah kiranya apa yang menjadi permohonan kami ini benar-benar dapat direalisasi oleh pemerintah daerah khususnya Pemerintah Daerah Tingkat II Kudus, yang pada saat-saat sekarang ini sedang gencar-gencarnya diprogramkan Kudus akan dijadikan menjadi daerah yang berpenidikan tinggi dan beraklak adiluhung.
Tidak lupa semoga dengan bantuan Bapak kepada kami, di akui oleh Allah swt sebagai amalan sholeh sehingga Allah akan senantiasa memberikan kemurahan segalanya termasuk tauhid, hidayah, inayyahNya akan dituangkan kepada kita semua, amiin, amiin, Yarobbal`alamiin.


Kudus, 17 Juli 2010

--- PANITIA---









B. PERMASALAHAN

Beberapa permasalahan dan kendala-kendala yang timbul dengan adanya rencana rehabilitasi dan pembangunan sarana gedung musholla Fathul Ulum ini antara lain :
a. Wilayah ini semula adalah merupakan satu wilayah RT dalam satu dukuh yang terbagi menjadi dua wilayah karena makin banyaknya dan makin berkembangnya jumlah kepala keluarga sejalan semakin banyaknya jumlah penduduk.
b. Makin banyaknya jumlah warga yang harus di tampung untuk dapat melakukan ibadah-ibadah tertentu, misalnya tiap-tiap shalat Magrib, shalat Isya` dan melakukan pengajian-pengajian rutin bagi orang dewasa, khususnya untuk memperingati hari-hari besar bagi umat Islam
c. Jumlah anak usia sekolah tambah banyak sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sebagaimana yang kita ketahui, kondisi pertambahan penduduk disebagian besar wilayah Indonesia ini merupakan kerucut, sehingga jumlah antara anak usia sekolah dengan orang dewasa semakin melebar kebawah atau dapat kita gambarkan sebagai segitiga sama kaki, dengan usia dewasa di atas dan anak-anak di bawah.
d. Tingkat ekonomi yang rendah, karena penghasilan warga dari dua wilayah Rt ini sama-sama rendah, sebagai akibat dari tingkat pendidikan yang mereka miliki sangat rendah, maka SDM yang mereka miliki juga sangat rendah. Dari hal yang demikian ini menyebabkan mereka sangat sulit untuk melaksanakan kerja bakti atau bekerja tanpa adanya upah, wajar karna bagi mereka yang sebagian besar adalah merupakan masyarakat petani, waktu mereka sangat berharga untuk mengejar pendapatan, karena pendapatan mereka yang rata-rata sangat rendah, hanya cukup untuk memberikan nafkah atau makan bagi keluarga mereka, penghasilan seminggu tidak cukup di pergunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok selama satu minggu, belum lagi kondisi saat sekarang ini di mana harga kebutuhan pokok untuk hidup semakin melambung sejalan sebagai dampak adanya kenaikan harga BBM atau bahan bakar minyak, yang notabenenya menyebabkan semua harga kebutuhan makin melecit tidak lagi mengikuti anjuran pemerintah, sementara pemerintah sendiri tidak dapat mengontrol dan mengerim naiknya harga-harga kebutuhan bagi masyarakat bawah. Maka sebagai akibatnya wajar-wajar saja apabila mereka sangat enggan untuk melakukan kerja bakti dan hanya menunggu adanya bantuan dan pemikiran dari pihak pemerintah serta pada para pemimpin desa atau pemimpin para pemuka agama.
e. Tidak adanya dana khas musholla yang dapat di pergunakan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan pembangunan musholla, apalagi menunggu dari uluran dana desa kedungsari, karena memang kondisi desa yang cukup memprihatinkan.

C. SOLUSI DAN PEMECAHAN MASALAH

a. Membentuk suatu badan atau kepanitiaan yang dapat eksis dan mampu untuk memberikan semangat kepada masyarakat agar masyarakat dapat bangkit dan beriktikat untuk membangun musholla, yang tidak lain adalah orang-orang dari dua wilayah RT yang bersangkutan guna mengajak dan memimpin masyarakat untuk kembali bangkit. sebagaimana terencana dalam proposal ini, maka nama-nama kepanitiaan yang terbentuk akan kami lampirkan atau kami sertakan.
b. Mencari dana terobosan atau sumbangan-sumbangan dari masyarakat yang dapat di pandang sebagai tokoh agama maupun tokok masyarakat yang memang bersedia memberikan sumbangan dengan tanpa adanya ikatan dalam bentuk apapun, atau sumbangan yang berbentuk mengikat.
c. Mencari bantuan kepada pemerintah, karena kami menyadari jika kita sebagai anak tidak pernah berkomunikasi dengan orang tua, maka niscaya orang tua tidak akan mengerti dan mengetahui apa kebutuhan anak. Sama seperti kalimat perumpamaan tersebut, maka apabila kami sebagai masyarakat pedesaan yang tempat dan lokasinya sangat jauh dari pusat pemerintahan, baik dari pemerintah kabupaten apalagi dari pemerintah propinsi, maka apabila tidak pernah mau memberikan informasi keadaan dan keberadaan kami kepada bapak-bapak yang memegang tampuk pemerintah di kabupaten maupun di propinsi, maka pasti bapak-bapak tidak akan bisa mengetahui kondisi kami di pedesaan.
d. Menyusun program pelaksanaan atau time scudle untuk proses rehabilitasi dan pembangunan musholla, sejak pembicaraan rencana (planning), pembentukan panitia yang dengan suka rela dan sanggup untuk memikirkan kepentingan rakyat di atas keperluan pribadi, sampai dengan penyusunan proposal ini untuk kepentingan penggalian dana untuk pembangunan musholla Fathul Ulum, bukan untuk yang lain.
e. Penyiapan land clearing atau penyediakan lahan yang akan dipergunakan kembali guna mendirikan musholla Fathul Ulum, karena dari semula musholla yang ada memiliki ukuran 5 X 6 meter persegi akan kami kembangkan menjadi 7 X 9 meter persegi merupakan bangunan utama dan bangunan lainnya seperti tempat wudlu pria, tempat wudlu wanita, ruang penyimpanan barang-barang milik musholla dan tempat belajar mengaji atau belajar baca tulis Alqur`an bagi anak-anak.
D. JADWAL REHABILITASI DAN PEMBANGUNAN MUSHOLLA FATHUL ULUM




NO JENIS KEGIATAN KETERANGAN
1. Rapat pembicaraan permasalahan musholla dan pembentukan panitia
2. Penyusunan program kerja panitia dan pembagian tugas kepanitiaan.
3. Penyusunan proposal dan proses pengesahan kepada pemerintah desa dan musholla baru
4. Rencana pembongkaran bangunan lama dan persiapan pembangunan bangunan musholla baru.
5. Memulai memesan gambar dan merapatkan dengan warga serta memastikan pelaksanaannya.
6. Mulai mendatangkan material bangunan untuk rehabilitasi bangunan.
7. Penyiapan tenaga kerja yang di ambilkan dari warga setempat sekaligus sebagai pelaksanaan padat karya.
8. Rencana finishing bangunan menjelang datangnya bulan suci Ramadhan
9. Pelaksanaan perampungan bangunan musholla
10. Peresmian pembangunan ditandai dengan pelaksanaan ibadah bersama warga dari dua wilayah RT 06 dan RT. 07 / RW. VIII Desa Kedungsari Kec. Gebog- Kudus.











II. SUSUNAN KEPANITIAAN.


1. Pelindung : Kepala Desa Kedugsari
2. Penasehat : 1. NASIRUN.
2.
3. Ketua : 1. SHAUBARI.
2.MASYRIFAH.
4. Sekertaris : 1. J A D I.
2. Hania Ristiana.
5. Bendahara : 1. Santoso.
2. Haritsatul Fithriya.


Seksi-seksi

A. seksi persiapan dan Usaha : 1. Hasan Maghfuri.
2. Chumaidah.

B. Seksi Pelaksana : 1. Supardi.
2. Subakrun.

C. Seksi H u m a s : 1. Musthofa.
2. M. Sholeh.






Kudus, 17 Juli 2010
Panitia Pembangunan Musholla
" FATHUL ULUM" KEDUNGSARI


Ketua Sekretaris


SHAUBARI J A D I
SUSUNAN PENGURUS





1. Pelindung : Kepala Desa Kedugsari
2. Penasehat : 1. NASIRUN.
2.
3. Ketua : 1. SHAUBARI.
2.MASYRIFAH.
4. Sekertaris : 1. J A D I.
2. Hania Ristiana.
5. Bendahara : 1. Santoso.
2. Haritsatul Fithriya.


Seksi-seksi

A. seksi Usaha : 1. Hasan Maghfuri.
2. Chumaidah.

B. Seksi H u m a s : 1. Musthofa.












Kudus, 17 Juli 2010
Pengurus Musholla
" FATHUL ULUM" KEDUNGSARI


Ketua Sekretaris


SHAUBARI J A D I
III. RENCANA ANGGARAN BELANJA ( R A B )

1. 10.000 Biji batu bata merah @ Rp. 380,- Rp. 3.800.000,-
2. 4 truk batu kali/batu belah @Rp. 3.00.000,- Rp. 1.200.000,-
3. 130 Zak semen @Rp. 40.000,- Rp. 5.200.000,-
4. 6 truk pasir lokal @Rp. 250.000,- Rp. 1.500.000,-
5. 1 (satu) truk pasir cor @Rp. 550.000,- Rp. 550.000,-
6. 1 (satu) colt batu kriss @Rp. 200.000,- Rp. 200.000,-
7. 30 batang besi diameter 10 in @Rp. 45.000,- Rp. 1.350.000,-
8. 20 batang besi diameter 6 in @Rp. 25.000,- Rp. 500.000,-
9. Dua kosen pintu kayu nangka @Rp. 300.000,- Rp. 600.000,-
10. Satu kosen jendela kayu nangka Rp. 400.000,-
11. satu set pintu kayu nangka Rp. 550.000,-
12. 75 meter persegi keramik @Rp. 45.000,- Rp. 3.375.000,-
13. 15 btg kayu bengkirai 6 X 12cm X 4M @Rp. 160.000,- Rp. 2.400.000,-
14. 30 btg kayu bengkirai 5 X 7cm X 4M @Rp. 90.000,- Rp. 2.700.000,-
15. 2 (dua) gendel kayu reng bengkirai @Rp. 260.000,- Rp. 520.000,-
16. 10 Kg paku campuran @Rp. 15.000,- Rp. 150.000,-
17. Genteng lokal 1.000 biji Rp. 750.000,-
18. Bambu penyangga kerja 30btg @Rp. 7.000,- Rp. 210.000,-
19. Tenaga tukang batu + 20 hari @Rp. 50.000,- Rp. 1.000.000,-
20. Tenaga kernet tukang batu 20 hari @Rp. 40.000,- Rp. 800.000,-
21. Tenaga tukang kayu 15 hari @Rp. 55.000,- Rp. 825.000,-
22. Lain-lain untuk pembangunan Rp. 3.000.000,- +
Jumlah Rp. 31.0780.000,-
Terbilang : Tiga Puluh Satu Juta Tujuh Ratus Delapan Puluh ribu Rupiah



Kudus, 17 Juli 2010
Panitia Pembangunan Musholla
" FATHUL ULUM" KEDUNGSARI


Ketua Sekretaris


SHAUBARI J A D I
IV. PENDANAAN.

A. Dana Masuk

1. Hasil pengumpulan dana dari masyarakat di
Dua wilayah RT yaitu Rt.06 dan Rt. 07 RW VIII Rp. 5.300.000,-
2. Dana kas musholla Fathul Ulum Rp. 1.150.000,-
3. Bantuan dari donator Rp. 2.000.000,-
Jumlah Rp. 8.450.000,-

Terbilang : Delapan Juta Empat Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah.

B. Kondisi Dana

1. Kebutuhan Rencana Anggaran Belanja RP. 31.780.000,-
2. Dana yang ada Rp. 8.450.000,-
Kekurangan Dana Rp. 23.450.000,-

Terbilang : Dua Puluh Tiga Juta Tiga Ratus Tiga Puluh Tiga Ribu Rupiah.








Kudus, 17 Juli 2010
Panitia Pembangunan Musholla
" FATHUL ULUM" KEDUNGSARI


Ketua Sekretaris


SHAUBARI J A D I

V. PENUTUP.
Masyarakat desa yang pada dasarnya memiliki kehidupan yang sangat sederhana dan dengan mobilitas sangat kurang tinggi, masih sangat erat dan sangat sensititive dengan jalannya penghidupan beragama, bahkan dapat dikatakan kehidupan masyarakat di pedesaan yang sangat jauh dari hiruk pikuk keramaian kehidupan perkotaan, masih eksis dalam berkumpul di pondok-pondok, surau-surau atau langgar-langgar, terutama pada waktu menjelang maghrib, untuk kumpul bersama-sama melaksanakan ibadah shalat maghrib, kemudian di lanjutkan dengan melaksanakan shaalat berjamaah pada waktu shalat isya` tiba. Bahkan, selesai melaksanakan shalat isya` secara berjamaah terkadang masyarakat masih berkumpul untuk melaksanakan kegiatan seperti halnya berjanjen atau sekedar melaksanakan terbangan / rodatan.
Semakin hari musholla Fathul Ulum yang di pergunakan sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah bagi masyarakat di dukuh Batur Desa kedungsari sebanyak dua wilayah Rt, yaitu dari warga Rt. 06 dan warga Rt. 07 wilayah Rw. VIII Desa Kedungsari Kecamatan Gebog Kabupaten kudus, terasa semakin dan sesa, oleh karena dipandang dari ukuran yang belum pernah diperbesar, juga kondisi bangunan musholla yang kian hari sudah semakin tua dan semakin rapuh, sehingga terasa sekali untuk melaksanakan ibadah secara bersama sudah merasa ada kejenuhan, untuk itu tidak ada cara lain guna memperdayakan dan meningkatkan kwalitas umat maka kwalitas bangunan harus terlebih kita tingkatkan.
Pada era yang semakin global sekarang ini, maka kiranya hanya dengan cara meningkatkan diri dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Khaliqlah maka anak bangsa ini InsyaAllah tidak mudah semakin terjerumus dan tidak mudah semakin terpuruk ke dalam jurang kenistaan, hanya semata-mata mengejar gebyarnya duniawi semata. Hanya dengan cara meningkatkan IMAN dan TAQWA, insyaAllah anak bangsa dapat senantiasa menjaga dan menjunjung martabat Bangsa dan Negara yang semakin kini semakin terasa kian meninggalkan baik unggah-ungguh, sopan di jalan, sopan di sekolah, sopan di masyarakat bahkan sampai-sampai anak bangsa ini semakin banyak terbukti yang tidak lagi menggunakan kesopanan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kesemua ini hanya bersumber dari kian di kejarnya berlomba-lomba dalam kemusyrikan bukan berlomba untuk mencapai amal ma`ruf nahi munkar, sebagaimana yang telah di contohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Mudah-mudahan, dengan bantuan yang Bapak berikan untuk meningkatkan Kwalitas bangunan musholla Fathul Ulum di Desa Kedungsari Kecamatan Gebog ini, Allah memberikan tuntunan, hidayah dan karomah serta bimbingan kepada kami selaku panitia pengelola rehabilitasi dan pembangunan musholla Fathul Ulum, sehingga nantinya musholla ini benar-benar bermanfaat dan berfungsi guna meningkatkan kwalitas umat islam khususnya di dukuh Batur Desa Kedungsari, yang pada gilirannya dapat memberikan suri tauladan kepada seluruh anak bangsa dalam melaksanakan etika berbangsa dan bernegara, sehinggapada gilirannya nanti, kita dapat benar-benar mencapai apa yang dinamakan Baldatun Toyyibatun Warrobun Ghofur.
Kemudian hanya kepada Allah Azzawajalla, kami kembalikan mudah-mudahan semua amalan dan bantuan Bapak yang kami pergunakan untuk pembangunan musholla ini, akan mendapatkan limpahan barokah dan di terima sebagai suatu amalan sholih dan amalan sholikah, yang di kemudian hari benar-benar dijadikan satu amal kebajikan yang akan menemani kita di akhirat nanti jika pada saatnya, Amiin, amiin ya Robbal`alamin.





Kudus, 17 Juli 2010
Panitia Pembangunan Musholla
" FATHUL ULUM" KEDUNGSARI


Ketua Sekretaris


SHAUBARI J A D I
















FOTO










































DENAH LOKASI MUSHOLLA FATHUL ULUM

Tauladan SUNAN KUDUS

SUNAN KUDUS

Raden Ja`far Shodiq yang juga dikenal dengan sunan kudus adalah salah satu dari wali sanga. Putra Raden usman Haji atau Sunan Ngudung dari Jipang Panolan ini diyakini sebagai pendiri kota kudus. Sebelum dikenal sebagai pemuka Kota Kudus, Raden Ja`far Shodiq putra Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung dan juga cucu Raden Rahmad adalah seorang senopati ternama kerajaan Demak Bintoro

Mitos-mitos berkaitan dengan Sunan Kudus

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kata mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa pahlawan zaman dulu (KBBI, 2001:749). Dalam karangan ini yang dimaksud dengan mitos adalah cerita yang berkaitan dengan Sunan Kudus sebagai pahlawan (penyebar agama islam) di kudus dan sekitarnya.

Sunan Kudus pemihak kebenaran

Dalam intrik perebutan kekuasaan Pajang, dikisahkan kejadian Sultan Trenggono menyuruh anak pertamanya, Pangeran Mukmin, mencuri keris pusaka Kyai Setan Kober dari tangan Sunan Kudus. Dengan memperalat istri Sunan Kudus, Pangeran Mukmin berhasil mencuri Kyai Setan Kober. Setelah mengetahui (tetapi sudah terlambat) perbuatan Pangeran mukmin, Sunan Kudus berkata, "Perbuatan jahat itu suatu saat akan membuatnya buta".

Benar, ketika itu Pangeran Sido Lepen diutus sunan mengejar Pangeran Mukmin untuk merebut kembali Kyai Setan Kober, namun Pangeran Mukmin menjadi buta karena terpercik darah Pangeran Sedo Lepen. Ucapan Sunan kudus menjadi kenyataan.

Pesan peristiwa itu jelas. Seseorang itu harus menjunjung sportifitas, bertindak jujur. Orang yang tidak lurus jalan hidupnya, selain menderita kebutaan batin juga dapat mengalami kebutaan fisik.

Sunan Kudus mengajarkan sikap arif, mampu menahan hawa nafsu, dan tidak emosional.

Dalam perseteruan Aria Penangsang dengan Sultan Hadi Wijaya (keduanya murid Sunan Kudus) di kisahnya, Aria Penangsang diberitahu bahwa tempat duduk yang disediakan untuk Sultan Hadiwijaya sudah dipasang guna-guna rajah kalacakra yang dapat membuat siapapun yang duduk diatasnya akan kehilangan kesaktiannya, dalam bahasa jawa apes jasade. Dalam pertemuan mereka berdua, Aria Penangsang dan Hadiwijaya, saling engan duduk di kursi yang sudah berajah kalacakra. Terjadi kebuntuan, karena ketidaksabaran Aria Penangsang, ialah yang dengan congkak menduduki kursi berajah kalacakra itu. Maka saat itu hilanglah seluruh kesaktian Aria Penangsang.

Pesan dari Peristiwa itu adalah sebagai murid Sunan Kudus (penganut islam), harus memiliki kearifan dalam berfikir, mampu menahan nafsu marah, memiliki kerendahan hati, tidak bertindak emosional.

Bangunan masjid mirip bangunan candi

Bila kita masuk kompleks Menara Kudus, kita dapat menyaksikakan bangunan-bangunan bernuansa hindu. Bangunan menara masjid Al Aqsa atau Al Manar di kompleks Menara Kudus jelas-jelas serupa dengan bangunan candi. "Menara Kudus dibangun dengan bahan batu merah. Kontruksi bangunan Menara Kudus itu seperti layaknya bangunan candi yang tediri dari selasar batur, kaki, tubuh, dan atap. Pada bagian atas kaki terdapat ornamen geometric dan hiasan segi empat yang masing-masing ujung kiri dan kanannya disambung dengan hiasan yang berbentuk segitiga. Konsepsi ataupun unsure-unsur bangunannya menunjukkan adanya perpaduan antara budaya Hindu dan Islam". (Muntohar, 36-37).

Demikian pula dengan gapura Padureksan (pintu gerbang masuk menara), Pancuran Wudhu yang berjumlah delapan buah, gapura kembar (di serambi luar masjid Agung menara), gapura samping (berada disamping masjid menara), semuanya berbangun candi.

Dengan bangunan masjid dan kompleksnya yang mirip candi, seolah-olah Sunan Kudus mau berkata, perubahan pad diri manusia itu terjadi secara bertahab. Juga tentang keyakinan. Perubahan keyakinan dari penganut agama Hindu ke penganut agama Islam juga melalui proses bertahap. Penganut islam harus mampu mengamalkan pesan Sunan Kudus itu. Disamping itu, Sunan Kudus juga mengajak kita untuk mampu melihat sesuatu dari esensi suatu hal. Misalnya, melihat masjid bukan dari bangunan fisiknya yang harus ada "mustaka" dan sejenisnya,tetapi dari sisi esensialnya. Masjid adalah tempat untuk menghadap Sang Khalik. Karena itu bangunan masjid menara peninggalan Sunan Kudus berbentuk seperti layaknya candi Hindu juga tidak bertentangan dengan akidah Islam.

Masyarakat kudus ditabukan menyembelih sapi

Pengertian masyarakat Kudus disini adalah masyarakat Kudus yang tinggal di kawasan Kudus. Sampai sekarang pemali atau pantangan menyembelih sapi tetap dijunjung tinggi oleh masyarakat Kudus. Perlu diketahui, yang menjadi pantangan adalah tindakan menyembelih sapi, bukan mengkonsumsi daging sapi.

Konon, perintah larangan menyembelih sapi bagi seluruh umat muslim di Kudus disampaikan Sunan Kudus demi menghormati umat Hindu dan Islam bias dihindarkan. Sikap toleran terhadap pemeluk agama lain dengan sangat jelas ditunjukkan Sunan Kudus.

Masyarakat Kudus dilarang menyembelih sapi sebagai pesan agar kita mau menghormati keyakinan orang lain, bertoleransi, tidak menyakiti hati orang lain.

Jalan dan buah dakwah Sunan Kudus

Benang merah dari keseluruhan jalan dakwah Sunan Kudus adalah penyampaian kebenaran itu harus mempertimbangkan tatakrama, kehalusan budi, kejernihan piker, dan sikap toleransi. Tatakrama berkaitan dengan adat-istiadat daerah, kehalusan budi berkaitan dengan kematangan emosional dan batin, kejernihan terkait dengan kematangan jiwa dan pengendalian diri, toleransi berkaitan dengan wawasan adanya kebenaran diluar kebenaran yang kita yakini.

Toleransi yang dikembangkan Sunan Kudus terbukti memberikan ketentraman pada masyarakat kudus untuk hidup berdampingan dengan damai, tanpa mengurangi nilai keislaman, dan tetap menempatkan Sunan Kudus sebagai Waliyullah terkemuka diantara sembilan wali yang kita miliki.